Warning: session_start(): open(/home/beritaterbaruid/public_html/src/var/sessions/sess_d22f3fc457c429ae1a6512d48457c917, O_RDWR) failed: No space left on device (28) in /home/beritaterbaruid/public_html/src/bootstrap.php on line 59

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /home/beritaterbaruid/public_html/src/var/sessions) in /home/beritaterbaruid/public_html/src/bootstrap.php on line 59
Ahli: Ekspor Turun, Inflasi akan Naik - BeritaTerbaruID

Ahli: Ekspor Turun, Inflasi akan Naik

17 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Berdasarkan perhitungan timnya, Arif menyebut, kenaikan tarif PPN akan berdampak pada perekonomian secara luas, salah satunya di sektor pertanian.

"PPN 12 persen ini akan berdampak kepada sektor pertanian. Secara ekonomi, dampaknya akan membuat GDP (PDB) riil turun 0,03 persen, ekspor akan menurun 0,5 persen, dan inflasi akan naik 1,3 persen," ujarnya dalam CNN Indonesia Business Summit di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Jumat (20/12).

Arif kemudian menyoroti tarif PPN sejak 2000 yang sudah dipertahankan sebesar 10 persen. Namun kemudian naik pada 2022 menjadi 11 persen, dan kembali dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025. Ia menilai, hal ini bakal menggerus produktivitas pangan.

"Kenaikan 1 persen PPN ternyata dampaknya memang bisa pada penurunan produksi, seperti misalnya rumput laut, tebu, itu salah satu 10 besar. Kemudian kelapa sawit, teh, jambu mete, kopi, dan lain sebagainya," jelas Arif.

Selain itu, kenaikan tarif PPN juga diyakini bakal meningkatkan harga bahan pokok, seperti daging unggas, beras hingga susu.

"PPN yang naik ini juga akan meningkatkan harga, harga unggas akan naik 0,3 persen. Kemudian harga susu segar yang akan menjadi komponen dalam makanan bergizi gratis juga akan naik. Padi juga akan naik harganya, meskipun tidak besar, 0,08 persen," tuturnya.

Lebih lanjut, kenaikan PPN juga disebut akan berdampak pada penurunan tenaga kerja di sektor pertanian.

"PPN juga berdampak pada penurunan tenaga kerja, tenaga kerja rumput laut, karet, tebu, kelapa sawit, jambu, dan lain sebagainya," ujar Arif.

Di sisi lain, Arif mengakui bahwa dalam jangka pendek kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan negara. Namun, ia menekankan pentingnya perhitungan matang terhadap efek berganda atau multiplier effect yang lebih masif dari kebijakan fiskal tersebut.

Hal ini terutama disebabkan oleh beberapa bahan pokok premium yang awalnya dibebaskan, tapi kemudian dikenakan PPN seperti daging dan beras premium.

"Saya berharap pemerintah benar-benar menghitung betul dampak dari PPN ini terhadap inflasi, tenaga kerja, ekspor, serta kenaikan harga komoditas," pungkasnya.

Pemerintah memastikan tarif PPN naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Mereka berdalih kenaikan dilakukan untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). *
Read Entire Article