ARTICLE AD BOX
Peneliti Formappi Lucius Karus menyebutkan 45 anggota DPR RI periode 2024–2029 yang mengalami PAW. Mereka di antaranya memilih mundur untuk maju pada Pilkada 2024, serta ditunjuk oleh Presiden RI Prabowo Subianto untuk bergabung di kabinet pemerintahan.
Lucius menyebutkan 45 anggota DPR RI periode 2024–2029 yang mengalami PAW itu terdiri atas 10 orang dari Fraksi Golkar, 9 orang Fraksi PDI Perjuangan, 9 orang Fraksi Gerindra, 6 orang Fraksi NasDem, 6 orang Fraksi PKB, 4 orang Fraksi Demokrat, dan 1 orang Fraksi PKS.
Dari jumlah tersebut, kata dia, 27 anggota memilih mundur karena ingin maju pada Pilkada 2024, 8 orang mundur karena ditunjuk Presiden RI Prabowo Subianto menjadi menteri, wakil menteri, atau pejabat lain, kemudian 6 lainnya yang mundur karena beragam alasan serta tiga orang meninggal dunia.
Menurut Lucius, adanya PAW sebelum dan setelah pelantikan calon terpilih pada Pemilu Anggota DPR RI seolah-olah menunjukkan pilihan menjadi legislator bukan prioritas utama. DPR hanya dianggap sebagai tempat transit untuk menunggu datangnya tawaran jabatan lain, khususnya di lembaga eksekutif.
Dari PAW tersebut, menurut dia, pilihan rakyat dari pemilu justru terabaikan demi kader favorit partai dan mendegradasi makna suara rakyat melalui sistem pemilu secara langsung.
“Buat Formappi itu mendegradasi makna DPR yang mestinya menjadi lembaga yang setara dengan eksekutif,” kata dia.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa partai politik harus menyiapkan arah kadernya secara jelas. Jangan sampai adanya puluhan PAW itu justru membuat anggota partai yang berpindah haluan menjadi tidak serius dalam menjalankan tugas barunya.
Selain itu, dia menilai adanya PAW terhadap anggota DPR RI oleh partai politik itu seolah-olah merupakan praktik pemilu dengan sistem tertutup. Pasalnya, bahwa partai bebas menentukan atau mengganti orang-orang yang duduk di parlemen.
“Partai bisa dengan kekuasaannya menentukan siapa yang duduk di parlemen,” ucap Lucius.
Sementara itu, Lucius meminta kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI untuk memberikan akses kepada publik untuk mengetahui data kehadiran anggota DPR RI.
Dengan begitu, publik bisa mengetahui nama-nama legislator yang sering absen ketika rapat komisi maupun rapat paripurna, maupun legislator yang rajin bekerja di Senayan.
“Publik juga bisa tahu apakah pengambilan keputusan atau terlaksananya sebuah rapat didasarkan pada hitung-hitungan kuorum yang berlaku atau tidak,” kata Lucius di Kantor Formappi, Jakarta, Minggu (8/12).
Berdasarkan penelitiannya, dia mengungkapkan bahwa semangat anggota DPR mengikuti rapat-rapat di berbagai alat kelengkapan terlihat cukup tinggi. Rata-rata tingkat kehadiran anggota pada rapat komisi paling tinggi mencapai 77 persen.
Namun, dia menyayangkan data mengenai kehadiran anggota pada rapat-rapat tidak semuanya disebutkan oleh pimpinan rapat. Ada begitu banyak rapat yang diadakan oleh komisi-komisi, tetapi pemimpin rapat tak menyebutkan jumlah anggota yang hadir.
Padahal, kata dia, data kehadiran anggota itu merupakan sesuatu yang mutlak untuk diungkap karena penentuan kuorum rapat sebagaimana diatur UU MD3 dan Tata Tertib DPR tak bisa dipastikan tanpa mengetahui jumlah anggota yang hadir.
“Mengabaikan urusan kehadiran anggota sebagai basis penentuan kuorum bisa menjadi pintu masuk bagi pengambilan keputusan yang cacat secara prosedural,” ucap Lucius.
Sejauh ini, menurut dia, urusan kehadiran anggota DPR RI dalam berbagai rapat belum dianggap serius oleh MKD. Padahal, MKD adalah satu-satunya alat kelengkapan DPR RI yang ditugaskan oleh undang-undang dan tata tertib untuk memberikan sanksi kepada anggota DPR RI yang sering absen.
“Mahkamah Kehormatan Dewan bahkan tidak pernah punya inisiatif untuk menjadikan informasi kehadiran ini menjadi informasi yang bebas diakses publik,” katanya. 7 ant